
Tokyo, 6 Juli 2025 – Jepang kembali menghadapi ancaman geologis serius setelah wilayah barat daya dan pesisir timur negara itu mengalami lebih dari 1.000 gempa bumi dalam rentang dua pekan terakhir. Rentetan gempa ini menciptakan kepanikan di sejumlah prefektur, memicu aktivasi sistem evakuasi nasional, serta mengharuskan ribuan warga dievakuasi ke tempat aman.
Badan Meteorologi Jepang (JMA) menyatakan bahwa pola gempa ini tergolong “aktivitas seismik berkelanjutan abnormal”, dan berpotensi menandakan pergeseran besar di jalur patahan aktif.
🌏 Wilayah Terdampak: Dari Iwate hingga Kagoshima
Rentetan gempa terdeteksi paling intens di wilayah:
-
Prefektur Ishikawa dan Niigata, dengan getaran mencapai magnitudo 6.1
-
Pulau Kyushu, termasuk kota Kagoshima yang mengalami gempa dangkal hampir setiap hari
-
Daerah pesisir timur Honshu, termasuk Sendai dan Ibaraki
Sejumlah gempa juga terasa hingga ke Tokyo dan Osaka, meskipun tidak merusak secara signifikan.
“Kami menghadapi peningkatan luar biasa dalam aktivitas gempa mikro dan menengah yang tidak biasa terjadi secara simultan,” ujar Prof. Hiroshi Tanaka, ahli seismologi dari Universitas Tohoku.
🧭 Skala dan Frekuensi: Lebih dari 70 Gempa per Hari
Dalam laporan JMA, terhitung lebih dari 1.000 gempa dalam 14 hari, dengan rata-rata 70-90 gempa per hari, meskipun sebagian besar berada dalam skala 3–5 Richter. Namun, 12 gempa utama tercatat melebihi skala 6, yang berpotensi menyebabkan kerusakan struktural jika terjadi dekat permukiman.
Alarm tsunami sempat dikeluarkan pada 3 Juli di wilayah pesisir Hokuriku, namun segera dicabut beberapa jam kemudian.
🏠 Evakuasi dan Dampak Sosial
Pemerintah Jepang telah mengaktifkan pusat manajemen bencana nasional dan menerapkan prosedur darurat di lima prefektur. Hingga saat ini:
-
Lebih dari 15.000 warga telah dievakuasi, sebagian ke sekolah dan balai kota yang dijadikan tempat penampungan sementara.
-
Layanan kereta cepat Shinkansen dihentikan sementara di beberapa rute.
-
Penerbangan domestik di Bandara Komatsu dan Fukuoka sempat terganggu akibat kerusakan ringan di landasan pacu.
“Kami mengutamakan keselamatan warga, terutama anak-anak dan lansia, yang paling rentan dalam situasi bencana,” ujar Kepala Sekretariat Kabinet, Yoshimasa Hayashi.
🔍 Kemungkinan Hubungan dengan Aktivitas Gunung Api
Sejumlah ilmuwan menduga bahwa peningkatan aktivitas gempa ini bisa berkaitan dengan perubahan tekanan geologi yang memicu aktivitas vulkanik, terutama di sekitar Gunung Aso dan Gunung Sakurajima. Seismograf menunjukkan adanya pergeseran magma di bawah lapisan bumi pada kedalaman menengah.
Meski belum ada erupsi besar, status waspada Level 2–3 telah diberlakukan di beberapa gunung aktif.
📌 Kesimpulan: Jepang Kembali Uji Ketangguhan Mitigasi Bencana
Dengan pengalaman panjang dalam mitigasi bencana, Jepang tetap menjadi salah satu negara dengan sistem evakuasi dan deteksi dini terbaik di dunia. Namun, skala dan frekuensi rentetan gempa saat ini menjadi pengingat nyata akan kerentanan geologis negeri tersebut, serta pentingnya kesiapsiagaan berkelanjutan, terutama di wilayah padat penduduk dan zona industri vital.
“Bencana alam di Jepang bukan soal ‘jika’, tapi ‘kapan’. Yang membedakan adalah seberapa siap kita,” tutup pernyataan dari JMA.